Bukuku (Cerita Guru Pulau)
UCAPAN
TERIMA KASIH
Beribu rasa syukur setelah menuliskan
semua dalam sebuah karya. Cemas melanda, saat ikut menyepi di MWC Batu. Kelas
opini baru diikuti, sudah nekad membuat buku. Tiada henti mohon ampun kepada
Allah Dzat yang Maha Pengasih. Semoga dikuatkan.Berhasil, setelah terseok-seok,
jatuh bangun. Pergi ke Batu tanpa menoleh ke belakang. Bila menoleh, akan
melihat nenek yang sedang dirawat di rumah sakit. Ampuni hamba Ya Allah, yang
belum bisa membalas kasih keluarga. Keikhlasan mereka membantu melancarkan
jalan hamba menjadi manusia.
Doa dan dukungan ibu dan ayah selalu
menyertai dimanapun. Saat saya diterima sebagai guru di Giligenting. Beliau
berdoa menangis haru. Sedih belum bisa menjadi kebanggaan mereka.Mudah-mudahan
ini adalah awal untuk berbakti pada dua orang tuaku.
Suami, anakku Jalal calon dokter
penghafal Alquran amiin, serta anak bungsuku Althaf yang selalu menyemangati
bila lelah mendera. Capek menyelimuti.
Juga ibu mertua yang selalu membantu
meringankan pekerjaan di rumah. Beribu terima kasih saya haturkan.
Bapak Kepala Sekolah SMPN Giligenting Sekolah, Pak Sahid, yang telah
memberi kesempatan. Bapak Kepala SMPN 2 Giligenting yang memberikan beberapa
sumber cerita. Semoga Allah SWT membalas kebaikannya.
Bunda Eva yang menyemangati dan
mengenalkan saya pada Media Guru.Semoga bisa fastabiqul khoirat yaaa.
Semua teman guru di Giligenting,
sumber semua informasi, teman guru di SMPIT Al Hidayah. Ustadz Mudhar, Ustadzah
Hikmah dan semua murobbi. Jazakalloh Khoiron Katsir.
Khusus ustadz Supriyadi, atas
bantuannya yang sangat berarti. Maaf saya selalu merepotkan. Ustadzah Eli atas
pemberian maklumnya.
Tak kalah besar, terimakasih pada
semua teman di media guru yang saling mensuport, memanasi bagai “kompor
meleduk”membuat saya berkejaran dengan waktu. Tak terbayangkan, di sela-sela
mengerjakan PKG, superintensif, USEK, saya sanggup menyelesaikan tulisan ini.
Mudah-mudahan ini awal yang baik.Beserta azzam, akan terus menulis.Terus
mencerdaskan anak bangsa lewat tulisan.Selalu istiqomah, baik dalam kebahagiaan
atau kesempitan.
Juga terimakasih yang tak terhingga
untuk semua pembaca dan semua orang yang tidak bisa saya sebutkan
satu-persatu.Tiada tulidsan yang dapat saya tuliskan untuk
mengungkapkannya.Semoga Allah SWT selalu meridhoi kita semua.
MENJADI GURU BAHAGIA
PENDAHULUAN
1. GURU ADALAH PILIHAN JIWA
2. GILIGENTING MEMBAWA HARAPAN
Catatan
Perjalanan Perahu
Sang
Penakluk
Muridku
Pandai Muridku Malang
3. GURU SEKOLAH ISLAM TERPADU
Catatan
Perjalanan Hatiku
Sang
Murobbi
Muridku
Nakal Dikau Kusayang
Muridku
Pandai Dikau Kukenang
PENUTUP
PROFIL
PENULIS
PENDAHULUAN
Melewati jalan berliku, menjadi guru
TK, SD dan SMP sangatlah penuh ragam dan cerita. Saya baru terpikir untuk
menuliskannya dalam sebuah buku. Bukan bermaksud menggurui. Sekedar menuliskan
pengalaman yang berguna. Agar pembaca dapat mengambil hikmah dari kejadian dan
kesalahan.
Guru
di dua tempat berbeda adalah lautan inspirasi tiada batas. Bukan karena
tuntutan sertifikasi, tetapi panggilan jiwa. Buku ini ditulis berdasarkan
pengalaman menangani banyak siswa dengan kondisi latar belakang kehidupan
berbeda.
Sekitar tahun 2009, saya ikut tes
CPNS. Bermaksud mengangkat derajat keluarga. Penempatan di Giligenting, menjadi
warna tersendiri dalam hidup saya. Diantara banyak suka, terselip bahagia.
Berjumpa dengan banyak guru hebat. Menertawakan lelah dan rasa cemas,
merekatkan persaudaraan dalam perjalanan, menguatkan ketaqwaan dalam kerasnya
alam. Menjadi dewasa melihat sisi lain kehidupan siswa SMP. Selama ini belum
terbayangkan. Menjadi remaja tanpa panutan. Dikelilingi panorama alam yang
indah. Menunggu uluran tangan guru yang ditempatkan di Giligenting. Guru
bertugas membangun pendidikan dan karakter yang lebih baik generasi penerus
asli Giligenting. Sehingga keadaan alam tidak menjadi penghalang, karena guru
untuk anak Giligenting, dari putra daerah. Pendidikan akan terus maju, tanpa
gangguan.
Sebelum menjadi PNS, saya telah
mengabdi pada lembaga pendidikan berbasis akhlak islam. Setelah kata perpisahan
terlantun, ternyata takdir Allah berkata lain. Kurangnya jam pelajaran, membuat
saya ikut membantu berdirinya SMPIT. Hal ini melengkapi dua kutub jiwa
pengabdian saya. Manisnya pengabdian di Giligenting, membuat kaya jiwa.
Kebutuhan manusia untuk memberi. Dinamisnya pengabdian di SMPIT, menguatkan
kompetensi guru. Keduanya saling mengisi dan saling membagi dalam skala
prioritas dan keadilan. Tidak ada yang lebih penting. Ibarat musafir ilmu yang
tidak hanya butuh air, tapi juga makanan.
SMPIT
adalah sekolah berbasis agama Islam. Didirikan untuk menjawab tuntutan
masyarakat . Pendidikan karakter sangat ditekankan. Full Day School menjadi
pilihan utama. Pengajar tidak harus linier dengan mapel yang diampu. Seleksi
guru yang ketat adalah gerbang masuk utama. Usia muda, idealisme dan
keterpaduan visi dan misi adalah keuntungan yang didapat oleh SIT. Biaya dan
kerja sama dari wali murid menjadi motor penggerak sekolah. Pelayanan prima
bukan didengungkan sebagai simbol.
Mengingat buku ini ditulis sebagai
alat untuk mendokumentasikan, maka sistematika penulisannya dibuat sesederhana
mungkin. Mengalir lancar seperti sebuah cerita. Sehingga bisa digunakan sebagai
media belajar dan motivator bagi sesama guru.
Pada bagian awal, mengulas tentang
profesi guru dengan segala suka dan duka. Dilanjutkan dengan permasalahan yang
dialami oleh guru Kepulauan, khususnya Giligenting. Bagaimana mengatasi rasa
lelah, bosan saat menghadapi perjalanan setiap hari. Dan sharing keadaan siswa.
Serta salah satu alternatif solusi untuk mengatasinya.
Pada bagian akhir buku, mengulas
tentang profesi guru sekolah full day school yang mulai banyak bermunculan. Hal
ini selaras dengan Sekolah berkarakter yang didengungkan oleh Mendikbud,
Muhajir Effendi.
Karena ditulis berdasar pengalaman
pribadi, maka bahasa yang digunakan sederhana
dan mudah dipahami. Kisah pada buku ini nyata, tetapi disamarkan nama
tokoh, tempat dan kejadiannya. Agar menjaga privasi orang-orang yang mengalaminya.
Saya berharap, bahwa kesejahteraan
guru di Indonesia berbanding lurus dengan kesejahteraan pendidikan. Dimanapun
siswa itu tinggal. Butuh niat dan keikhlasan dari semua pihak untuk
mewujudkannya.
BAB I
GURU
SEBAGAI PILIHAN JIWA
Ribuan
honorer merana. Orasi sejuta makna, menggugah hati para birokrat. Kapankah
nasib berubah? menjadi barisan Omar Bakri yang resmi ber SK, berbaju keki, dan
bersemat korpri. Bertahun mengabdi, gaji masih bersemedi. Guru honorer di
Giligenting adalah guru sakti. Gaji hanya cukup untuk membayar separuh bulan
perahu layar bermesin tunggal. Lalu dari mana uang untuk nafkah keluarga?
Guru
PNS berempati kepada sesama guru, yang berstatus honorer,dengan jalan
memberikan subsidi silang pada ongkos perahu. Sebagai sesama guru, bagaikan
satu tubuh, satu rasa dan satu pengalaman. Perahu menjadi saksi bisu ikatan
persaudaraan yang sudah terjalin.
Bertugas
sebagai guru di Giligenting, perlu belajar memperhatikan tanda-tanda alam serta
cuaca. Bila air berbusa putih, pada ujung-ujung permukaan air laut, itulah
pertanda ombak besar di tengah laut. Gelombang laut juga dipengaruhi oleh
keadaan sebelum hujan atau sesudahnya. Mental yang pemberani, serta kepasrahan
total sangat perlu untuk guru dalam menghadapinya.
Bila
cuaca tidak mendukung, awan menghitam, buih bertasbih. Saat guru bertempur dengan ombak, dzikir
terluncur seketika. Walaupun begitu, perahu akan tetap berangkat, bila sang
nahkoda perahu merasa cuaca masih kondusif. Keberangkatan perahu, membawa cita
ke pulau impian. Senyum siswa berharap cemas. Akankah guru masih bisa menyapa. Ataukah alam
sedang bercanda.
”Horee...
alhamdulillah, Ibu datang. Ombak ya, Bu?” tanya mereka polos. Berebutan mencium
tangan, membantu membawakan tas. Kegembiraan mereka mampu mengusir jauh rasa
takut dan lelah setelah mengarungi laut.
Permukaan air laut tenang, angin bertiup sejuk serta
langit cerah, adalah pertanda cuaca sedang baik. Mengarungi lautan terasa
nyaman. Senda gurau akan terlihat di geladak perahu. Bapak guru yang bermain kartu, menggunakan
penjepit jemuran sebagai hukuman. Guyonan atas kekalahan. Tidur, bercerita,
atau berdzikir lirih juga salah satu cara mengisi waktu. Perjalanan jauh dan
menjemukan, yang dilalui setiap
hari,akan menjadi lebih ringan.
Alhamdulillah, ini adalah foto ketika
alam sedang bersahabat.
Bila
keadaan alam sedang bersahabat, harapan bertemu dengan siswa membuncah.
Kebahagiaan batin yang tidak terkira. Saya ingin menjadi penyejuk harapan siswa
saat emak dan eppa’ tiada. Orang tua mencari nafkah di ibu kota Jakarta. Tanpa
tahu kapan kembali berkumpul dalam kehangatan keluarga. Siswa selalu rindu kasih sayang. Kekecewaan akan
terbayang, saat guru tidak datang karena alam tak bersahabat. Namun, siswa bisa
memaklumi hal itu.
Lulus
menjadi guru PNS, banyak nikmat Allah datang susul menyusul. Bergaji lebih dari
cukup, ada sertifikasi, tunjangan kepulauan sekali-kali.
Sejahtera
karena pemerintah mulai memperhatikan. Dana sertifikasi digelontorkan setiap
tahun. Guru berlomba demi mendapatkannya. Unjuk rasa dilakukan oleh tenaga
honorer guru, juga untuk memperjuangkannya.
Bagi
saya , guru perempuan nikmat itu berlipat lagi. Ada banyak waktu luang untuk
mendidik anak di rumah. Saat liburan semester, ibarat cuti tahunan panjang.
Dibandingkan
profesi lain yang mencibir iri, maka Allah menakdirkan saya menjadi seorang
guru merupakan berkah tersendiri. Nikmat manakah lagi yang kau dustakan? Saya
tidak ingin rasa syukur itu habis.
Banyak
masyarakat memandang profesi guru identik dengan profesi santai. Jam mengajar
yang pendek, waktu libur yang banyak, kompetisi manusiawi, dapat menikmati
bulan Ramadhan dengan tenang, berinteraksi dengan siswa dengan segala tingkah
polanya yang masih lugu serta menyenangkan.
Beberapa
kesulitan yang dialami guru kepulauan adalah: Perjalanan yang melelahkan, dana
cadangan untuk ongkos pulang pergi, jauh dari keluarga, minat belajar siswa
yang rendah, masyarakat yang berpikiran sempit, fasilitas mengajar yang tidak
memadai, serta keterlambatan informasi yang terkait dengan pendidikan.
Beberapa
kendala tersebut di atas, akan sedikit terobati, bila guru menetapkan tujuan
dalam mendidik. Tujuan tersebut hendaklah tertancap dengan kuat di hati guru.
Sehingga memotivasi guru untuk lebih dinamis dan produktif
Guru
bukan pilihan, tetapi panggilan jiwa seorang pecinta ilmu. Keikhlasan adalah
keharusan. Kurikulum, metode ataupun media boleh bermacam warna, tetapi gurulah
penentunya. Semakin berat medan dakwah guru, semakin menggunung pahalanya.
Kesuksesan Andrea Hirata tidak lepas dari kiprah bu Muslimah.
“Janganlah
kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika
kamu orang-orang yang beriman.” (QS.Ali ‘Imran:139)
BAB
2
MENGGANTUNGKAN
HARAPAN di GILIGENTING
Catatan Perjalanan Perahu
Maju perang
pantang mundur. Berangkat pagi buta ke SMPN 1 Giligenting, pulang di senja
hari. Perjalanan darat dari rumah sekitar 15 km. Mengarungi laut kurang lebih
45 menit, bila tidak berombak, bisa juga lebih. “Abental ombak asapok angin”
berbantal ombak, berselimut angin selamanya”seperti nasib guru yang berangkat
dan pulang mengarungi lautan. Berbekal sandal tahan air, bontot sarapan bahkan
kartu remi. Gurauan di perahu sebagai pelipur
capek dan lara.
Ini
adalah gambar,saat suasana extrim,ombak badai di laut
Gambar di atas menunjukkan ombak yang menggoncang perahu
motor. Sebagian badan perahu tertelan air laut. Guyuran air masuk dan membasahi
seragam. Ribuan dzikir dilantunkan, muka pucat, kaki jongkok untuk menghindari
air yang masuk ke lantai serta sesekali teriakan kecil para ibu yang ketakutan,
tak terasa air mata menitik di ujung bulu mata. Ya Allah, saat inilah manusia
baru sadar kekuasaanmu.
Sungguh manusia diciptakan bersifat suka
mengeluh [19] Apabila ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah [20] Dan apabila
mendapat kebaikan dia jadi kikir [21]Kecuali orang-orang yang melaksanakan
sholat [21][QS Nuh]
Bila
ombak besar dan cuaca tidak mendukung, maka hanya ada dua pilihan. Tetap
berangkat, atau kembali pulang untuk mencari selamat. Bila memilih pulang,
bukan berarti tidak sayang pada murid, tetapi mundur untuk mengisi amunisi.
Maju kembali dengan lebih siap.
Belajar dari kisah guru terdahulu, peristiwa tahun 1993
yang membawa petaka. Beberapa guru terseret arus. Salah seorang ditemukan
meninggal.Bersama 28 penumpang lainnya. Sucipto, berusia 27 tahun. Bujangan
sederhana ini asli dari Jember, mengajar mapel Bahasa Indonesia. Beliau ikut
perahu dengan nomor antrian ketiga. Ombak lumayan besar. Saat perahu sudah
menepi ke dermaga, penumpang reflek berada pada posisi yang sama, bermaksud
segera meloncat ke darat. Pada keadaan ombak yang tenang, hal tersebut tidak
akan berbahaya, akan tetapi pada saat ombak lumayan besar, berakibat fatal.
Perahu miring dan terbalik, penumpang panik mencari bantuan. Bahkan juru kemudi
yang pandai berenang pun tidak selamat karena dipegangi oleh penumpang yang
panik. Gili tahun itu berduka. Maka mulai saat itulah, para guru berpikir untuk
membentuk pengurus untuk kontrak perahu dan pick up. Sebagai upaya membantu
kelancaran mengajar.
Bila kembali pulang, bukan berarti guru pengecut. Bukan
masalah keberanian yang dipertaruhkan, tetapi keselamatan jiwa lebih utama.
Masalah esensi hidup itu sendiri.
Ombak
dan cuaca buruk, biasanya terjadi pada bulan Januari, Juli dan Agustus. Pada
bulan-bulan tersebut, denyut aktivitas pelabuhan Bringsang berpindah ke
pelabuhan Lobuk. Sang Syahbandarlah yang memutuskan kapan tepatnya untuk
pindah. Semata-mata melihat kondisi alam. Akan tetapi sebaliknya pada guru,
perahu yang mengangkut para guru, tidak akan berpindah ke pelabuhan tersebut. Walaupun
cuaca ekstrim. Hal ini disebabkan persatuan guru telah membuat perjanjian
dengan paguyuban perahu Bringsang. Para pelaut Bringsang dikenal pemberani, dan
mempunyai pengetahuan menaklukkan alam. Perahu atau kapal yang digunakan juga
cukup besar, sehingga cukup kuat menerjang badai.
Akhir-akhir ini cuaca semakin tidak
menentu. Tidak ada kejelasan batas antara musim hujan, dan musim kemarau. Ombak
pun tidak bisa diprediksi. Terkadang tiba-tiba besar, bila hujan mau turun.
Pasir pantai juga mulai tergerus oleh air.Hal ini seharusnya mulai dipikirkan
oleh masyarakat Giligenting untuk memperbanyak pohon pengikat pasir misalnya Mangrove, bakau dsb.
|
|
Ini adalah salah
satu kebersamaan yang dirasakan oleh sesama guru. Saling menguatkan.Saling
membantu.
Saat
hujan, justru ombak akan lebih bersahabat. Jas hujan selalu dibawa kemanapun.
Bersenda gurau untuk melepas penat, dan sedikit mengusir kekhawatiran yang ada
walaupun sudah mengajar cukup lama. Beratap awan, adalah salah satu cara
menghilangkan rasa takut. Sebagian guru, merasa sesak bila di dalam kabin
perahu.
Guru dari berbagai jenjang pendidikan, menjadi satu di
dalam perahu. Tidak ada pengistimewaan. Siapa cepat, dialah yang mendapat
posisi paling menguntungkan. Posisi enak buat melepas lelah, sejenak dapat
memejamkan mata, sebelum melanjutkan perjalanan kembali.
Setelah
menempuh perjalanan laut selama 40 sd satu jam, tibalah di pelabuhan Bringsang.
Pelabuhan
Bringsang yang indah
Foto
paling atas, pelabuhan Ainganyar, foto bawah dari kiri ke kanan, perahu motor
yang membawa guru, sebelah kanan pelabuhan tanjung.
Sesampai di pelabuhan Bringsang, kita akan disambut oleh
panorama keindahan Pantai Sembilan. Pantai yang belum terkenal di masyarakat.
Pantai
ini dinamakan pantai sembilan karena bentuknya
Turun
dari pelabuhan, telah ditunggu oleh pick up yang mengantar ke sekolah
masing-masing. Khusus untuk guru dari daerah Ainganyar, dan Galis [kecuali
daerah Julung, yang jaraknya agak jauh]. Sedangkan untuk yang berbeda arah
tujuan, seperti guru daerah Bringsang, dan Gedukan, mereka membawa sepeda motor
sendiri yang di parkir di dekat pelabuhan untuk memudahkan transportasi. Hal
ini dilakukan untuk meminimalisir keterlambatan penjemputan pick up karena
jarak yang jauh. Serta untuk menghindari korupsi waktu, pada murid, karena
penjemputan yang lebih awal. Sebelum pengaturan sekarang ini, semua guru
menaiki pick up yang sama. Guru gedugan, sebagai guru yang berjarak lebih jauh,
diantar pertama, dan begitu pula penjemputan. Sehingga waktu bertemu murid
sangatlah sempit. Oleh karena itu, mereka memutuskan tidak ikut pick up lagi.
Sedang guru SMPN 1 Giligenting tetap ikut, karena tidak merasa dirugikan oleh
pengaturan antar jemput pick up.
SMPN 1 Giligenting terletak di Desa Galis. Desa Galis
terletak di tengah antara desa Aing anyar dan desa Gedugan.
Formasi
sebagian guru SMPN 1 Giligenting, beserta murid
Sang
Penakluk
Guru
adalah Sang Penakluk. Penakluk hati murid. Merebut kasih sayang dan perhatian
agar pembelajaran lebih mudah diterima. Sebagai guru lulusan Bahasa Arab, tidak seharusnya ditugaskan di SMP. Sehingga
setelah 2010, saya tidak mengajar sesuai kompetensi kelulusan. Tahun 2013 sampai
dengan 2015 Bahasa Indonesia adalah mapel yang saya ajarkan, sedangkan dari
2016 sampai dengan sekarang, saya mengajar Baca Tulis Alquran [BTQ]. Keuntungan
yang bisa diambil dari hal ini adalah, lebih fleksibel untuk melakukan inovasi
pendidikan.
Foto
di atas, sedang bercengkerama dengan
anak-anak saat KAS
Bebarapa
hal yang dilakukan sebagai upaya untuk menaklukkan hati siswa, membuat
pelajaran menarik adalah, sbb:
1.
Belajar
bicara dalam kosa kata bahasa arab dengan isyarat dan gambar yang disepakati bersama.
Bila ada bacaan berbahasa arab, guru menunjukkan
artinya. Kemudian bersama murid menentukan isyarat yang mendekati makna.
Setelah selesai bacaan sempuna disepakati isyaratnya. Guru menggambar beberapa
simbol pada papan tulis, sebagai pengingat. Mengulangi membaca nyaring bersama,
bila lupa, tunjukkan isyarat yang tepat. Begitu seterusnya, mengatur kompetisi
antar kelompok murid. Memberi apresiasi yang layak.
2. Belajar dengan kompetisi dan kerjasama. Bertujuan
untuk menyemangati murid dalam kegiatan belajar mengajar. Caranya, saling
mengingatkan antar teman. Menyebutkan kosa kata dengan cara cepat, membuat
permainan semakin menarik. Tidak lupa memberi reward
3. Belajar dengan bermain peran.
Digunakan pada percakapan.Dilakukan dengan gaya meniru perilaku dan suara
tokoh.
4. Belajar dengan irama lagu.
Untuk menghafal rumus sebuah kalimat baru agar lebih mudah di hafal
5. Belajar di luar ruangan.
Mengantisipasi ruang kelas yang monoton, sekali-kali belajar di luar ruangan
diperlukan.
6. Belajar mencintai Alquran.
Bahasa Arab mulai ditinggalkan. Maka menumbuhkan kecintaan pada Alquran, akan
memotivasi secara tidak langsung. Alquran dihafalkan secara mandiri, disetor
pada guru. Sebagai salah satu terapi, mengurangi rasa
|
|
Foto-foto di atas
menggambarkan tentang kegiatan di luar kelas, memanfaatkan alam Giligenting
yang indah dan beragam
Muridku Pandai Muridku Malang
Sudah dijelaskan di atas tentang
beberapa penghalang kemajuan pendidikan di Giligenting. Hal ini tidak menutup
kemungkinan, ada beberapa siswa SMPN 1 Giligenting yang sukses menempuh
pendidikan di jenjang yang lebih tinggi.
Salah satu siswa SMPN 1 Giligenting
yang berhasil menempuh pendidikan yang tinggi adalah Muhamad Iksan. Siswa
pandai ini, awalnya tidak boleh meneruskan sekolah oleh pihak keluarga.
Beberapa guru datang ke rumahnya untuk memintakan izin melanjutkan sekolah,
yang langsung ditolak oleh pihak keluarga. Sehingga Pak Camat pun turun tangan,
berkolaborasi dengan Kalebun sebagai orang yang berpengaruh. Setelah izin
didapat, dengan patungan biaya para guru, Iksan bersekolah di SMA Negeri 1
Sumenep yang termasuk SMA favorit. Sebagai anak pulau, hal itu sangatlah luar
biasa. Pak Tri sebagai guru senior, mengurus surat-surat yang diperlukan untuk
mendapat bantuan dari Dinas Sosial. Sekarang Muihamad Iksan telah menjadi
seorang dosen di UNEJ setelah jatuh bangun kuliah dengan biaya mandiri. Ada
banyak kendala yang dihadapi oleh siswa di Giligenting. Yang menyebabkan
beberapa dari mereka tidak melanjutkan sekolah yang lebih tinggi. Walaupun,
lumayan banyak siswa yang pandai.
Beberapa masalah, yang tersebut,
antara lain:
1. Tidak
mendapat restu dari orang tua. Orang tua berharap anaknya segera berangkat ke
Jakarta untuk membantu orang tua mencari nafkah. Hal ini disebabkan oleh
pandangan hidup yang sempit, dan pendidikan orang tua yang rendah.
2. Tidak
mempunyai biaya yang cukup untuk melanjutkan sekolah. Orang tua bekerja sebagai
buruh penjaga warung di Jakarta. Uang yang didapat dialokasikan untuk
memperbagus rumah di Gili, membeli pakaian yang layak, dan untuk menaikkan
gengsi bila mudik lebaran. Sekolah bagi mereka tidak penting, dalam jangka
waktu yang pendek. Tidak bisa segera dipetik hasilnya.
3. Tidak
ada sanak saudara bertanggung jawab untuk mengawasi bila bersekolah di kota
Sumenep. Sehingga orang tua khawatir untuk melepaskan hidup mandiri, kecuali
bertempat di asrama, panti atau pondok pesantren.
4. Bagi
siswi, segera mendapat tunangan yang tidak setuju jika calon istrinya
bersekolah lebih tinggi. Karena dia pun putus sekolah.
5. Berikut
contoh kisah yang miris dan mengharukan:
·
Tersebutlah banyak kisah yang salah satunya
membuat miris. Siswi yang pandai, rajin dan manis. Ayah dan ibu bercerai.
Tinggal bersama paman. Kurang pengawasan orang tua. Suatu hari datang dan
menangis sedih. Bercerita tentang salah pergaulan. Berteman melewati batas
norma sosial dan agama. Berpacaran dengan remaja putus sekolah yang lebih tua.
Di sela tangisnya dia menyadari kesalahannya dan berjanji tidak mengulangi
lagi. Akankah hidup lebih kejam lagi, atau segera bangkit, menata hidup
kembali? Tiada kabar berita yang diterima setelah kejadian itu.
·
Anak berkebutuhan khusus, mengalami gemetar
tangan sehingga tidak bisa bicara tanpa gagap. Tidak bisa menulis tanpa
gemetar. Semangatnya tinggi untuk maju
dan belajar. Dia akan terus berusaha agar tulisannya selesai tepat pada waktunya.
Seorang anak dari kalangan berada. Menderita panas tinggi yang tidak tertangani
saat bayi. Diagnosis dokter, mengatakan ada beberapa saraf otak yang rusak.
Bersyukur, mental belajarnya sangat tinggi. Bila bertemu guru, dengan tangan
gemetar, berusaha mencium tangan. Selalu mengikuti kegiatan belajar mengajar di
kelas. Mendengarkan, berusaha bekerja sama sesuai kemampuan. Sebagai guru, saya
tidak mempunyai keahlian khusus untuk menangani masalah ini. Hanyalah optimis,
bahwa tujuan pendidikan, menciptakan pribadi pembelajar aktif yang santun dan
berbudaya. Anak ini telah berhasil melaluinya. Jadi untuk masalah administrasi,
tidak dipermasalahkan.
Berikut
adalah contoh hasil tulisannya pada pelajaran IPS, tentang tema Proklamasi
Kemerdekaan.
Salah satu hasil
tulisannya, yang diusahakannya dengan keras
Tidak
ada panduan khusus untuk inklusi di SMPN 1 Giligenting, bagaimana cara
penanganan khusus pada mereka, sehingga dikhawatirkan tidak berkembang secara
maksimal.
Harapan
akan Perubahan
Perubahan akan terjadi, jika manusia
mau berusaha untuk maju lebih baik. Berusaha adalah sunnatullah. Terus mengabdi
dengan keterbatasan yang dipunyai. Selalu meningkatkan kemampuan guru. Memberi
motivasi pada siswa bahwa salah satu cara meningkatkan derajat hidup dan
kesejahteraan adalah dengan belajar serta sekolah. Berharap Giligenting bukan
menjadi pulau sepi, rumah besar berderet tanpa penghuni usia produktif.
Rata-rata, penghuni rumah-rumah tersebut adalah manula yang bertugas
membesarkan cucu yang orang tuanya mencari nafkah di Jakarta.Apalah daya usia
tua mengimbangi usia remaja dengan kecerdasan yang dinamis. Apabila sudah
semakin banyak anak anak terpelajar yang membangun Giligenting, maka mata
pencaharian akan semakin banyak untuk dieksplorasi.
Bila
semakin banyak tenaga terdidik di Giligenting, maka akan semakin berkurang
kebutuhan tenaga pendididik dari luar pulau Giligenting. Sehingga cuaca buruk
tidak lagi menjadi penghalang untuk pendidikan.
HATI
ADALAH PANCARAN PRIBADI Mencurahkan isi hati ibarat menembak dengan
peluru Peluru yang masuk Menggulirkan cerita, tepat pada medan bidiknya |
GURU SEKOLAH ISLAM TERPADU
Catatan Masa Lalu
Guru adalah pejuang, dimanapun berada, siapapun siswanya.
Dari keluarga yang miskin atau berada. Alhamdulillah saya mengalami dua hal
tersebut. Sebelum memulai cerita tentang
keadaan KBM di SMPIT, perlu diketahui latar belakang hidup saya. Alasan saya
terdampar di SMPIT.
SMPIT sebagai sekolah baru saat itu, menggunakan test
sebagai acuan untuk menerima seorang guru. Linier bukanlah persyaratan yang
utama.
Sebagai seorang Sarjana Pendidikan Bahasa Asing Arab,
lulus dengan predikat “sangat memuaskan”. Sedikit arogan saat memperkenalkan diri seperti itu. Padahal predikat
tersebut bukan jaminan untuk diterima sebagai guru.
Mengapa masuk jurusan bahasa arab? Biaya termurah adalah
alasan sebenarnya. Saya tidak malu mengakuinya sekarang. Lahir dari keluarga
guru SD yang sederhana, membuat cita-cita yang diukir haruslah realistis. Tahun
1995 profesi guru masih terpinggirkan, SPP nya terbilang sangat murah, hanya Rp
210.000,00 per semester. Dengan biaya pendidikan yang termurah pun, keadaan masih
terasa sulit. Tetap merasa terseok-seok karena biaya pendidikan yang pas-pasan.
Melakukan segala cara untuk bertahan seperti: menjadi guru privat, berburu
beasiswa pendidikan, bahkan memberi ceramah remaja masjid berharap amplop yang
tipis. saat itu terasa sah dan legal. Julukan “Sarjana Kepala Mesin Jahit” yang
ditujukan pada saya, sering menjadi guyonan tersendiri di kalangan keluarga.
Sebab kepala mesin jahit milik ibu yang paling berharga, akan keluar masuk
pasar untuk dijual dan kemudian dibeli kembali, apabila masuk waktu membayar
SPP semester.
Hidup yang cukup sulit, membuat nyanyian “Omar Bakri”
tidak membuat saya sedih. Karena guru, profesi mulia yang sudah dipilih.
Sehingga setelah lulus, berniat segera mengamalkan ilmu pada siswa-siswi. Keinginan
tidak sejalan dengan kenyataan. Saya mulai sadar. Saya hanyalah sarjana yang
bermimpi terlalu indah. Inilah kehidupan nyata. Hidup tidak meminta nilai
ijasah ditempelkan di dada.
Bahasa Arab adalah pelajaran yang mulai terpinggirkan
dibandingkan Bahasa Mandarin ataupun Bahasa Inggris. Penghargaan terbesar datang
dari anak pertama saya, yang saat itu belum genap dua tahun. Baginya, saya ibu sekaligus
“guru profesional” kesayangan.
Berkat
dongeng pengantar tidur setiap hari, maka saya memberanikan diri untuk mengajar
KB/TK. Test yang sangat sulit sudah terlewati. Bertemu di sesi wawancara dengan
seorang kepala sekolah yang juga ibu rumah tangga, adalah merupakan bantuan dari
Allah SWT. Beliau seorang perempuan yang aktif dan kreatif dengan segudang
kegiatan. Anehnya, beliau menerima saya sebagai guru di TK elit tersebut karena
alasan sederhana. Gambar badak yang sedang bersalaman dengan gajah buatan saya,
katanya lucu dan menginspirasi.
Kepemimpinan beliau, telah membuat saya banyak belajar
untuk bersabar. Hal itu berawal dari teguran, saat melihat emosi yang berkobar
pada diri saya. Akibat “tantrum” seorang anak. Hal itu sangat bertentangan dalam
pembentukan karakter. Buku karangan Irawati Istadi yang berjudul Mendidik dengan Cinta adalah buku wajib
yang harus dibaca oleh guru. Kemarahan saya tersulut oleh anak, sebut saja Adi.
Nantinya cerita tentang Adi akan lebih di ulas pada babak kehidupan berikutnya.
Hanya perlu diketahui, bahwa tubuhnya kecil, berkulit kecoklatan dengan wajah
yang manis bila dalam keadaan enjoy, dan akan berubah sangat “dahsyat” bila
dalam keadaan marah. Saat marah, semua temannya akan diungsikan. Sebab semua
benda akan bisa dijadikan alat untuk melukai. Kejadian itu tidak pernah dibahas
dan diperingatkan oleh dosen diperkuliahan dulu. Setiap hari tubuh terasa letih
setelah bergumul dengan Adi dan beberapa anak aktif lainnya.
Beberapa waktu kemudian, saya memilih keluar dari TK
tersebut. Ingin mengajar sesuai keahlian. Ya Allah, dengan kebutuhan hidup yang
merangkak naik. Umur merangkak dewasa,
mampukah saya bersaing dengan para guru yang baru keluar dari bangku
perkuliahan? Tanpa pengalaman yang memadai sesuai ijasah? Tanpa kenalan guru
senior yang membuka lowongan?
Sebuah buku inspirasi menuliskan bahwa hidup ini yang penting harus berguna untuk
orang lain. Di dalam satu kesulitan, Allah telah menjanjikan dua kemudahan
Hal
itu terbukti kemudian, kemudahan yang pertama
telah datang. Takdir Allah telah mempertemukan saya dengan Al Hidayah.
Disaat mulai memudar harapan kalbu. Berbeda dengan pengalaman saya mengajar di
TK, yang sudah berbangunan elit dan maju. Di tahun 2005, Al Hidayah dikelilingi
tanah persawahan yang berdebu. Dua kelas untuk SD telah tersedia, tanpa AC
serta penyekat dari batu Seiring dengan
waktu, suara kami membesar seperti ada pengeras suara yang menempel di leher
kami. Hal itu berguna apabila murid kami berada di tempat terbuka. Perhatian
mereka mudah terpecah, mengingat dengung suara kelas sebelah.
Sebagai seorang guru atau ustadzah [sebutan di SDIT bagi
guru], saya dituntut untuk belajar lagi. Bila tidak, maka perhatian mereka akan
terpecah. Siswa SDIT berasal dari keluarga menengah ke atas. Sebagian besar
orang tua sibuk, pulang sore. Butuh perhatian dan kasih sayang lebih, Bila
mengingat hal itu, saya tersenyum-senyum sendiri. Semua metode pembelajaran
yang saya pelajari di perkuliahan serasa tiada arti. Saya mulai bereksperimen
dengan beberapa metode, atau menggabungkannya sesuai situasi dan kondisi yang
dihadapi.
Teringat pada bu Muslimah yang mempunyai 10 anak laskar
pelangi, maka sebagai wali kelas 2 saat itu, saya adalah Ratu dari Markas
Lebah. Dinamakan Markas Lebah karena suasana kelas yang unik dan aktif,
janganlah membayangkan orkestra dalam simphony pada teori manajemen kelas. Tapi
bagi saya yang sedang bersemangat menuai harapan, markas lebah adalah tempat
mencurahkan segala idealisme kehidupan. Bersama anak-anak, kami belajar,
mengaji, bermain dan berkhayal. Mengkhayalkan bagaimana kehidupan di zaman
Rasululloh.
Berdampingan dengan Markas Lebah, adalah Laskar Matahari.
Mereka adalah kelas assabiqunal awwalun.
Mengapa dikatakan Assabiqunal
Awwalun?
Seperti halnya para sahabat
nabi, assabiqunal awwalun adalah para siswa angkatan pertama.
Laskar Matahari adalah siswa dari para wali yang sangat
percaya pada Sang Murobbi yaitu ustadz Abu Al Athfal. Tentang kiprahnya akan
diceritakan pada bagian lain buku ini.
Warna-warna
pelangi mengiringi kehidupan saat itu. Pergi ke sekolah di saat fajar masih
malu untuk muncul, Kembali lagi ke rumah di saat hari mulai senja. Walaupun
semua baju, baik untuk suami dan si kecil untuk keesokan pagi sudah disiapkan
semalam dan sarapan sudah terhidang di atas meja sebelum fajar. Namun terkadang
ada satu dan lain hal yang terlupa dan tercecer. Serasa kurang 24 jam untuk
sehari. Tetapi hati saya melakukannya dengan riang. Berada di sebuah sekolah
yang mengedepankan ibadah, dengan didampingi para asatidz yang saling
menyayangi karena Alloh. Walaupun jumlah kami tidak sebanding dengan orkestra
suara Laskar Matahari dan Markas Lebah. Semua masalah terasa sangat mudah. Beberapa
deskripsi guru angkatan pertama:
1.
Kepala Sekolah: Beliau sarjana ilmu politik adalah
seorang ustadz yang sangat energik dan percaya diri. Aura pemimpin sangat
melekat pada dirinya. Keteguhannya dalam membela anak buah sangatlah
dibanggakan. Setiap hari selalu mengecek kebersihan kelas. Air wudhu selalu
menghiasi wajah beliau.
2.
Wali kelas satu: Beliau guru lulusan PGSD
yang mengajar matematika dan walas Laskar Matahari. Mungkin hanya beliau yang kualifikasi
pendidikannya cocok. Beliau sangat pandai dan rajin. Tetap semangat, walau
jarak rumahnya dengan Al Hidayah sangatlah jauh.
3.
Koordinator
Alquran: Beliau mengajar Alquran.Lulusan Al Amin Prenduan yang sangat merdu
bacaan tilawahnya. Seorang Hafidz yang berjiwa humoris.
4.
TU :
Sebagai TU juga membantu mengajar. Beliau mengajar sisa mapel yang belum ada
pengajarnya. Saat itu beliau belum menyelesaikan pendidikan sarjananya. Sosok
yang lemah lembut ini adalah hafizah yang sangat disiplin dan disayangi
anak-anak.
5.
Guru Olahraga: Rajin berpuasa dan energik.
Suka belajar. Beliaulah sahabat anak-anak untuk bermain sepak bola. Olahraga
yang sangat digemari anak putra. Seringkali beliau mencari anak-anak putra yang
menghilang di jam pelajaran karena asyik bermain bola. Atau bahkan mendamaikan
saat mereka berkelahi berebut posisi yang diinginkan.
6.
Saya sendiri pengajar Bahasa Indonesia.
Lho,kenapa Bahasa Indonesia? itu adalah pertanyaan yang mudah di jawab. Saya
mengajar Bahasa Indonesia, karena anak-anak butuh guru bahasa indonesia. Titik!
Saya hanya mau maju ke depan, hadapi yang ada,
jangan mudah mengeluh.
Kukatakan pada dunia: “Wahai
murid-muridku, kalian butuh guru bahasa indonesia, maka Saya adalah guru bahasa
indonesia”.
Itulah
formasi para asatidz [guru] saat itu.Dengan azzam
dalam hati mencerdaskan kehidupan bangsa, kami singkirkan segala hambatan yang
ada.
Saat
guru angkatan pertama mengajar di Al Hidayah, gaji di Al-Hidayah sangat minim,
akan tetapi jam kerja tinggi, ditambah dengan beban amanah yang bertumpuk.
Merangkap TU, Humas, Waka Kesiswaan, Pembina lomba dan yang paling berat adalah
tugas saya pribadi sebagai seorang ibu dengan segala tetek bengek
kerumahtanggaan. Saya berjuang untuk terus berkhusnuzhon berprasangka baik pada
Allah. Walau terkadang terbersit pikiran, kenapa begitu sulit untuk mendapatkan
pekerjaan yang baik, padahal beberapa teman memperolehnya dengan sangat mudah?
Pada tahun 2009 saya mendapat amanah
menjadi wali kelas Laskar Matahari. Perasaan saya campur aduk antara senang mendapatkan kepercayaan untuk
mendampingi anak-anak calon lulusan assabiqunal awwalun, perasaan takut juga
timbul, khawatir tidak dapat menyiapkan anak-anak dengan baik. Perasaan cemas
itu saya sampaikan kepada Ustadz Abu Al Athfaal yang segera memprakarsai untuk
study banding ke Al Uswah Surabaya. Segera setelah study banding itu, saya
merasa mulai percaya diri. Saya belum mengetahui,bahwa skenario Alloh sangatlah
istimewa. Pengalaman suka dan duka berjuang di sekolah swasta islami
mengantarkan saya menuju medan lebih berat.Menjadi guru SMPN 1 Giligenting.
Saya
tahu Para asatidz kecewa, tetapi mereka adalah teman-teman terbaik. Tidak
sedikit pun terucap kata-kata mencela. Walaupun tergambar jelas rasa khawatir
akan nasib anak-anak. UN hampir menjelang. Akankah berhasil? Bila seorang
gurunya meninggalkan formasi kekuatan? Hanya rasa iman di hati kami
masing-masing yang menguatkan.
Ternyata
Alloh menunjukkan takdir yang sangat indah. Akibat tuntutan beban mengajar guru
yang harus 24 jpl, maka saya pun kembali ke SMPIT Al Hidayah sebagai guru
honorer. Pertama masuk Al Hidayah sebagai guru kelas, sekarang menjadi guru
SMPIT. Dulu merasakan menjadi guru angkatan pertama SDIT. Sekarang masuk SMPIT
juga sebagai guru angkatan pertama walau sebagai guru honorer.
SMPIT Al Hidayah termasuk dalam sekolah islam
terpadu[SIT]. Sekolah dengan pangsa bidik, siswa golongan ekonomi menengah ke
atas. Mengembangkan pendidikan berkarakter
islam. Menjawab keresahan masyarakat akan menjamurnya sekolah
internasional sekuler. SIT mengelola guru profesional yang mandiri, jauh dari
sertifikasi pemerintah. Melatih guru dengan berbagai background pendidikan,
agar mempunyai ketrampilan menjadi guru mahir. Menggabungkan kompetensi,
pelayanan prima dan spiritualisme tinggi.
Segala pelatihan oleh pemerintah pada guru negeri, telah
membawa dampak positif pada naiknya kompetensi guru.Guru swasta pun berlomba
menjadi mitra dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Persaingan positif membawa
angin segar pada pendidikan.
Gerakan kembali ke kitab ta’limul
muta’alim didengungkan. Murid cerdas taat pada guru. Berotak
Einstein,berdisiplin militer dan berakhlak Mekkah. Guru yang berhasil adalah
guru yang cerdas, bijaksana dan relejius.Kembali kepada ruh guru sebagai
pendidik yang mulia. Tidak bingung ngurusi sertifikasi, demo atau libur. Guru
berlomba meningkatkan kemampuan diri. Menjemput pengetahuan, memperbaiki
kompetensi. Guru adalah panggilan jiwa. Guru harus berjuang habis-habisan.
Menggunakan segala amunisi demi ladang amal. Hari libur direncanakan untuk
“mengecash baterai” spirit motivasi .Agar saat masuk sekolah,lebih fresh
menghadapi siswa yang beragam. Istirahat untuk para guru di syurga kelak. Dan
dana sertifikasi akan dicairkan berlipat ganda di akhirat.
Dua medan juang yang berbeda saya jalani, seiring
sejalan. Berbagi menjadi dua kelompok hari. Berbeda dengan SDIT dan SMPIT
sekarang ini yang kondisinya sudah teramat bagus, bangunan yang telah berdiri
megah, LCD di setiap kelas, pagar yang terpasang rapi di pintu gerbang sekolah,
terkadang di pagi hari saya dapati Pak Ipung [tukang kebun] mulai menyirami
tumbuhan dengan murajaah hafalannya. Slogan senyum, sapa, dan salam yang
didengungkan tiada henti,serta suara kaset tilawah mengiringi di tiap pagi.
Suasana tersebut sangatlah menenangkan hati.
Jadwal Waktu berangkat mengajar baik di SMPIT atau di
Giligenting, terasa sama paginya. Pagi ke SMPIT karena ada jadwal bimsus.
Sedang bila ke Giligenting, shubuh keluar rumah, untuk mengarungi lautan. Ombak
di laut menampar baju dan badan kurang lebih satu jam. Dilanjutkan dengan naik
pick up yang bergoncang-goncang karena jeleknya jalan raya. Keadaan sulit
tersebut berbanding lurus dengan keadaan siswa SMPN 1 Giligenting yang
kekurangan kasih sayang orang tua. Tiada ladang usaha yang mencukupi, untuk penduduk
Giligenting bertahan hidup.
Kalau di SDIT dan SMPIT ada paguyuban untuk wahana
sharing antara wali murid dengan walas, sedangkan di SMP Gili tiada orang tua
untuk mengingatkan. Sehingga marak terjadi kecelakaan mental dan kemerosotan
akhlak. Tiada suara syahdu bacaan Alquran dilantunkan. Guru yang terkadang
tidak masuk sebab cuaca, memperparah keadaan. Mereka juga anak bangsa yang haus
pendidikan dan kasih sayang. Mereka juga ladang juang yang terkadang
terlupakan. Saat dalam hari yang sama, ada panggilan rapat ke SMPIT untuk
membahas Tryout dsb , maka dengan tubuh dan baju yang bercampur keringat dan air laut, saya pun segera datang ke SMPIT. Secara
administrasi hitam di atas putih, Saya adalah guru PNS sekarang, tetapi guru
adalah profesi dengan harga mati Jadi dimanapun pengabdian sebagai guru
memanggil, disitulah seharusnya ada.
Di
SMPIT, sedikit banyak telah mengajarkan pada saya bahwa kerja keras, doa, dan
tanggung jawab adalah hal-hal yang harus dipegang oleh guru. Ijasah para guru
terkadang tidak sesuai dengan mapel yang diampu, tetapi itu tidak mempengaruhi
keprofesionalitasannya. Sedangkan di SMPN 1 Giligenting semuanya harus sesuai
PERMEN. Pelajaran Bahasa Arab masih terpinggirkan pada kurikulum SMP. Sehingga
walaupun sudah 6 tahun mengabdi. Sampai kapanpun saya tidak akan dapat
mengajukan sertifikasi, tidak ada diklat, tidak diakui di DAPODIK dll. Hal itu
seiring dengan waktu semakin menguatkan anggapan bahwa Allah adalah Pengatur
segala hal. Tiada yang sulit bagi Alloh bila berkehendak atas segala sesuatu.
Hidup harus disyukuri. Masih banyak guru di seluruh Indonesia yang berjuang
mencari jati diri.
Guru inspirasi segala waktu
Guru, inspirator dan menginspirasi segala hal, Semua
keadaan dicari makna dan akibatnya. Memperhatikan pergaulan siswa dan
lingkungannya.
Di bagian awal buku telah dijelaskan tentang
beberapa hal positif yang dilakukan guru di SMPN 1 Giligenting. Agar saya serta pembaca bisa mengambil hikmah pada
buku ini, maka akan dipaparkan juga tentang hal-hal positif di SMPIT Al
Hidayah, antara lain: Beberapa tambahan pembelajaran sebagai berikut dengan
dokumentasi [di bagian bawah,secara berurutan]:
1.
Alquran : di bagi dua, yaitu tahfidz [menghafal] dan
tahsin [perbaikan bacaan]. Setiap guru Alquran mengajar kurang lebih 10 anak, dalam
satu kelompok. Dikelompokkan berdasarkan kemampuan. Target hafalan 2 juz dalam
waktu tiga tahun. Bila siswa mencapai lebih dari 2 juz, dia masuk kelompok
takhashus [akselerasi Alquran]. Siswa bisa mengikuti wisuda Alquran di tahun
pertama, jika mampu menghafal 1 juz. Siswa di SMPIT, minimal pernah ikut wisuda
Alquran 1 kali. Anak yang paling cepat hafalannya, dan bagus bacaannya akan diuji
di depan jamaah masjid Darussalam, untuk kemudian dinobatkan menjadi juara
terbaik perjuznya. Guru pengajar Alquran di SMPIT, harus hafal 5 juz Alquran dan
setiap tahun menambah hafalannya. Setiap guru mapel dan yayasan juga harus
berusaha hafal 2 juz Alquran [minimal juz 29 dan 30]. Program ini bertujuan
membangun manusia pandai yang beriman. Tangguh, berakhlaqul karimah.
2. Bimbingan
Membaca di perpustakaan Setiap siswa
diharapkan suka membaca, aktif belajar dengan kemauan sendiri.
3.
Bimbingan Konseling
Guru BK mendapat
laporan dari wali kelas. Semua guru ikut membantu wali kelas mendidik siswa.Dalam
setiap jumat atau sabtu, semua guru, bersama BK,mendiskusikan masalah yang
terjadi. Khusus pagi, memantau sholat dhuha anak-anak yang terlambat. Karena
pagi setelah bel berbunyi, seharusnya semua siswa langsung ke mushola. Sholat
dhuha, dan saling bergantian memotivasi.
4.
Ekstrakurikuler pilihan.Ekskul pada hari sabtu. Pulang pagi. Futsal, jurnalistik,
bulutangkis dan KTI adalah pilihan.Juga pembinaan olimpiade, bagi yang berminat
dan mempunyai kelebihan di bidang tersebut.
5.
Dhuha. Siswa bersama guru sholat dhuha sebelum masuk kelas.
6.
Halaqoh: adalah kelompok kecil untuk mengaji tentang
ketauhidan, tata cara ibadah, akhlaq, dan muamalah. Di dalamnya ada kegiatan
muhasabah atau introspeksi diri masing-masing akan kegiatan yang sudah
dilakukan setiap hari. Bimbingan ibadah wajib dan sunnah: dering
tahajud, puasa sunnah bersama yang terjadwal, kajian kewanitaan bagi anak
perempuan, saat anak laki-laki pergi ke masjid pada hari jumat siang.
7.
Kegiatan Leadership di luar ruangan.Mendidik siswa untuk mempunyai jiwa
enterpreuner. Berani mengambil keputusan.Bisa bekerja sama dengan baik dalam
berbagai hal.
8.
Outbond:belajar di luar ruangan dengan memperkuat kecintaan
terhadap alam sekitar.
9.
Parenting Skill: mendatangkan trainer yang ahli di bidangnya. Memberi
pendidikan untuk mendidik anak dengan baik.Sebagai cara untuk menciptakan
lingkungan rumah yang kondusif buat siswa.
10.
Khusus pada kelas 9/ Kelas 3, sebagai
usaha melaksanakan UN jujur, maka:
a
Refreshing.Dilakukan setiap minggu dengan wali kelas, bisa
rujakan bareng atau yang lain.Refreshing sebelum UN juga dilakukan, misalnya ke
pantai, ke air terjun dlll
b
Doa bersama. Kegiatan berdoa bersama guru dan orang
tua.Kemudian saling memaafkan. Di dalamnya siswa bersumpah untuk jujur dalam
mengerjakan.
c
Superintensif. Selama 30 hari sebelum UN.Pre test pada pagi hari
sebanyak 50 soal[4 mapel,ipa dipisah] istirahat sebentar. Pembahasan soal oleh
masing-masing guru UN.Sedangkan tim TU mengoreksi hasil pre test, yang kemudian
di ranking dan hasilnya di tempel di papan. Setelah istirahat sholat dhuhur,
anak-anak melihat hasilnya, kemudian rolling kelas sesuai ranking.Post test
sebelum pulang, untuk posisi tempat duduk keesokan harinya.
d
Robotika: disela-sela waktu yang telah direncanakan.
Mengembangkan hobi siswa merakit robot.
e
Khatmil Quran: di hari sabtu, dibuat kelompok kecil untuk
mengkhatamkan Alquran, masing-masing amnak membaca juz yang menjadi bagiannya.
f
AMT [guru,siswa dan wali murid] Achievement Motivation Training, usaha untuk
menumbuhkan semangat berjuang pada anak-anak. Menumbuhkan motivasi untuk
memberi target nilai UN yang ingin di capai oleh masing-masing siswa. Nilai itu
akan ditempel, di depan kelas agar memotivasi. Di tandatangani orang tua,
beserta kalimat motivasi dari mereka terhadap anaknya. Orang tua, siswa dan
guru mendapat sesi motivasi dalam waktu
berbeda. Menyamakan persepsi.Yaitu usaha maksimal dan berdoa tiada henti, berharap
prestasi optimal, kemudian tawakal.
g
Tryout :
dilakukan 8 kali. Beberapa diantaranya bekerjasama dengan lembaga yang lain
h
Bimsus. Dilakukan pada pagi hari, bergantian hari permapel
i
Klinis. Dilakukan pengelompokan untuk anak-anak yang memerlukan remidi
perkompetansi dasar. Tentu saja permapel berbeda setiap siswanya.
j
Pengawalan BK: Guru BK masuk memonitor saat anak lelah psikis
atau butuh suntikan semangat di sela-sela superintensif
k
Wisuda Aquran. Dilakukan minimal 1 kali
saat menempuh pendidikan di SMPIT
l
Coffee/ Tea moarning pagi sebelum UN. Pagi sebelum UN sarapan bersama
dan minum susu, kopi atau teh. Tidak ada lagi buku.
Yang ada hanya tawakal
Lampu
dalam kegelapan
Di dalam
sebuah tatanan suatu sekolah selalu ada perkecualian. Perlu
diceritakan tentang beberapa kasus yang terjadi, agar dijadikan pembelajaran. Beberapa
kisah. SMPIT sudah membuat prosedur
operasional yang telah disetujui pihak yayasan, guru dan komite pada raker
setiap tahunnya. Kisah-kisah di bawah ini menjadi bukti, bahwa di dalam usaha,
ada tangan Allah SWT yang membuat keputusan. Hal ini membuat kita sebagai
manusia biasa akan terus belajar menjadi lebih baik lagi.
A.
Kisah
Adi. Kasus orang tua yang sama-sama sibuk. Adi [bukan nama
sebenarnya, adalah kasus istimewa saat saya masih mengajar di SDIT ].
Diceritakan di buku ini, karena istimewa. Seperti pada ulasan cerita sebelumnya.
Adi anak yang cerdas.Tantrum,tanpa penanganan emosional yang memadai baik di
sekolah ataupun di rumah. Sampai dengan kelas 5 SD, tulisannya seperti anak
kelas 1 SD. Adi adalah anak bipolar yang penuh kasih tetapi tersisihkan oleh
keadaan. Sebagai guru hati saya terketuk. Bila teringat padanya saya sering
menangis dan tertawa. Berapa banyak kursi yang hancur, berapa banyak kata-kata
jelek yang keluar dari kamus dirinya, bila dia lagi tidak bisa menguasai emosi.
Pisau, garpu, serta teman-temannya yang
berhati lembut harus dijauhkan darinya untuk menghindari bahaya yang lebih
besar. Sekarang mental dan emosi saya sebagai pribadi dan guru sudah lebih
siap. Alloh telah mempertemukan dengannya kembali agar saya lebih kuat [dulu
bertemu, saat saya mengajar di TK]. Sampai suatu saat, para wali yang lain
duduk bersama untuk meminta pihak sekolah agar menyetujui saran mereka untuk
mengeluarkan Adi.
Hati saya menjerit, bila dia sudah dikeluarkan,lalu siapa
yang akan menyayangi anak ini? Teringat akan kebaikan hatinya yang tercermin
saat dia mengumpulkan gelas aqua bekas di persawahan untuk dikumpulkan dan
dikasihkan kepada abang becak yang mengantar dan menjemputnya ke sekolah. Dan
bila dia dikeluarkan, tidak akan terjadi peristiwa monumental itu, yaitu
peristiwa lomba futsal JSIT yang diadakan di Asrama Haji. Sebagai kiper yang
baik, jatuh bangun dia mempertahankan bola. Riuh rendah tepuk tangan penonton
melihat perjuangannya.
Justru dari Adi, saya mendapat pembelajaran yang
sebenarnya. Guru yang hidup hatinya.
Hati yang membaca dan mendengar. Apa yang tidak dapat dipelajari dari buku, ada
pada Adi. Adi adalah guruku, karenanya saya berubah
menjadi pribadi yang baru. Walaupun saat itu, setiap hari kancing
baju saya ada yang lepas, atau bedak yang sudah tipis menjadi luntur oleh
keringat yang membanjir karena memegangi Adi yang lagi marah. Sekarang Adi
telah berada di bangku SMA, tetapi bila berpapasan di jalan, walaupun sama-sama
berada di kendaraan masing-masing, maka dia akan heboh berkata
”Ustadzah...Ustadzaah...”[Saat menulis paragraf ini, saya tersenyum sendiri
teringat raut mukanya yang polos]
B.
Kisah
Hasan [Anak pandai yang salah pergaulan]
Hasan adalah anak pandai berego tinggi. Lahir dari keluarga taat
beragama. Pernah menjadi ketua osis, berwajah tampan dan berkulit putih.
Menginjak tahun kedua di SMPIT, mulai terlihat lesu dan capek. Setelah
berkali-kali konsultasi dengan BK, semakin jarang masuk sekolah. Bahkan saat
USEK, bolos sekolah. Berpacaran, nongkrong dan terkadang tidak pulang ke rumah.
Ayahnya yang keras dan didiplin, merasa tidak mampu berbuat apa-apa. Hasan
merasa dekat dengan mama. Bila mama mulai sedih, Hasan akan menaatinya, walau
sementara. Sekolah telah melakukan pendekatan personal, kerjasama dengan orang
tua,musyawarah guru mapel dan walas dsb.
Akibat dari pergaulan yang salah, serta
komunikasi yang searah pada masa pencarian identitas diri. Hasan anak cerdas
yang tidak bahagia. Sedih sekali melihatnya. Aura pemberontakan jiwa tercermin
di raut wajahnhya. Sensitif terhadap perkataan orang tua, atau nasihat dari
guru. Berusaha memimpin kelompok kecil teman untuk pemberontakan kecil-kecilan
di kelas.
Pendekatan personal dilakukan oleh guru,
walas dan BK. Diskusi dengan orang tua juga intens dilakukan.Saat masuk ke SMA,
dia langsung memilih untuk sekolah di swasta. Dengan alasan yang sederhana. Dia
ingin tenang.
C.
Kisah
Faiz [Anak sensitif yang patah hati]
Faiz berwajah tampan, berkulit putih.
Periang dan selalu ingin tampil. Kakak tertua dari banyak adik. Setelah lulus
dari SMPIT, masuk ke salah satu SMA swasta, terdengar kabar putus sekolah.
Stres diputus pacar. Bertengkar dengan cowok lain berebut pacar.Padahal
penanaman akhlak untuk menjauhi pacaran, telah ditanamkan sejak dari SDIT
hingga SMPIT. Info itu didapat karena semua auimni SMPIT selalu terpantau.
Jalinan halaqoh [kajian keislaman] untuk alumni tetap dilakukan. Untuk
memfasilitasi siswa yang sekolah di sekolah umum.
Kisah di
atas perlu diceritakan, agar sebagai guru tetap belajar untuk mencintai.
Mencintai profesi yang memanusiakan siswa.
Penyejuk dalam luka
Guru adalah penyejuk bagi hati siswa yang terluka. Tentu
saja sebagai penyejuk, guru harus tenang, tabah, dan bahagia. Siswa yang kita
bina adalah cerminan hati kita. Bila guru mengajar dengan gembira, maka siswa
akan senang mencari ilmu. Maka dengan kebahagiaan, kemenangan pada kompetisi
niscaya dapat diraih. Keberhasilan dalam lomba diraih dengan kerja keras.
Janganlah membayangkan perjuangan itu didapat dengan mudah. Siang dan malam
menjadi saksi bisu. Guru menulis materi dari pembina-pembina tingkat kecamatan,
yang katanya tidak punya arsip bank soal cerdas cermat. Perlu diketahui, bila
salah satu murid menjadi wakil lomba di kecamatan, maka guru langsung mengalih
tugaskan kepada Tim Pembina Lomba dari kecamatan. Tetapi tidak begitu dengan
guru di Al Hidayah. Guru ikut menunggui siswa yang dibina oleh Tim Kecamatan
setiap sore [seminggu dua kali]. Berusaha menjalin jaringan komunikasi dengan
guru negeri. Menghormati mereka sebagai guru senior. Keadaan itu berakibat pada
fisik yang terasa sangat capek. Bila telah sampai di rumah, terasa semua tulang
telah luruh dari badan. Di dalam munajat kami, sebagai guru, minta kepada Alloh
untuk anak-anak kandung kami, yang kami titipkan kepada Alloh dalam kehidupan
sehari-harinya. Selalu percaya bila
mendidik siswa dengan sepenuh hati, maka Alloh akan menyayangi dan melindungi
anak kandung kami juga.
Tak terasa tahun telah berganti. Kepemimpinan kepala
sekolah sangat menginspirasi. Seorang muslim harus bersih, dan percaya diri.
Sehingga beliau selalu mendorong para asatidz untuk terus memperbaiki diri,
termasuk memotivasi untuk terus maju. Saat KPI [Kualita Pendidikan Islam] membutuhkan
trainer Bahasa Indonesia, Beliau memaksa saya untuk ikut mendaftar. Awalnya
keraguan datang mendera. Ragu memutuskan untuk ikut serta karena merasa belum
menjadi guru untuk arti yang sebenarnya. Ternyata betul firasat itu, dan saya
tidak malu untuk menulis di lembar kertas ini.
Bukanlah
kegagalan fenomenal yang saya alami, tapi kegagalan sebagai pribadi muslim.
Saya
gagal karena saya tidak bisa membacakan doa-doa yang harus dikuasai semua orang
muslim yang baik. Selama ini saya sering mengajari murid saya untuk selalu
berdoa di segala waktu. Tapi saya, yang merasa hebat, yang ingin jadi trainer.
yang masuk jurusan bahasa arab. Tidak bisa doa-doa masuk masjid. Setelah testing itu, kepulangan terasa sangat
berat untuk dilakukan. Badan terasa lemah lunglai. Jawaban apa yang akan saya
berikan untuk pertanyaan yang pasti akan dilontarkan kepala sekolah?
Di
bus menuju Sumenep, saya menoleh ke kanan. Kaca bus basah oleh hembusan
nafasku. Alloh, saya sekarang menuju kepadamu, menuju cintaMu yang tanpa batas.
Selama ini niat saya hanya mencari pekerjaan yaitu guru. Bukan berjihad di
jalan Alloh. Sekarang saya datang kembali ke Sumenep. Saya adalah seoarang
mujahidah di jalan Alloh.
Tahun
2007 adalah tahun yang istimewa. Tahun dimana ada peristiwa yang tak terduga.
Ada undangan dari YDSF bagi seluruh guru SIT untuk berpartisipasi dalam
pemilihan Anugerah Guru Berprestasi, Guru Berkontribusi, Guru Berdedikasi dan
Pemilihan Media Pembelajaran bagi guru mapel.
Saat
mendengar ada lomba yang diadakan oleh JSIT, maka kepala sekolah langsung
bereaksi kembali memaksa saya untuk ikut berpartisipasi. Dengan berat hati saya
ikut. Walaupun saya merasakan ada aura yang berbeda kali ini. Saya ikut seleksi
ini, bukan untuk menguji diri menjadi yang terbaik, tetapi untuk mencari
pengalaman dan teman. Alhamdulillah lulus seleksi administrasi. Beberapa hari
kemudian, ada panggilan untuk mengikuti wawancara. Tempat wawancara di SMA Al
Hikmah Surabaya. Travel yang saya naiki berputar-putar, sopir travelnya tidak
segera dapat menemukan Jl Kebonsari Elveka walaupun saya berangkat dari Sumenep
jam 02.00 WIB. Setelah membersihkan diri, segera naik ke tempat wawa acara.
Berdesir hati saya melihat kemegahan Al Hikmah, betapa jauh perbedaannya dengan
Al Hidayah. Ruangan ber AC, kursi dan
meja yang kondusif, kelas-kelas yang memadai, kamar mandi yang selalu bersih,
bahkan sampai penampilan satpam, cleaning servisnya sangat low profil, ramah
dan bersahabat. Bila tersenyum, tarikan bibirnya kira-kira 1 cm ditarik kekanan
dan kiri. Wawancara berlangsung dengan lancar, beberapa pertanyaan mengalir
dengan sederhana dan mengena. Selesai wawancara, segera pulang. Tidak terbersit
di dalam benak saya akan ada pemanggilan berikutnya, karena yakin bahwa peserta
yang lain banyak yang sangat hebat.
Beberapa
hari kemudian ada pemanggilan untuk acara gebyar penganugerahan kepada guru,
surprise saya dipanggil untuk seleksi akhir, yaitu dikarantina selama semalam
di Gedung Depag sebelum acara itu dilaksanakan dengan megah. Dalam rangka
menghemat biaya, saya tidak naik travel, tetapi naik bus, kemudian berpindah ke
mikrolet. Setelah tanya sana-sini sampailah saya di gedung Depag. Melongok
kanan kiri, keadaan masih sepi. Benar kata orang-orang, biasanya yang jauh
datang pertama kali. Panitia tidak siap menerima saya. Check in belum dimulai.
Tubuh letih, belum mandi, serta lapar menggigit perut. Saya terbengong
sendirian di pinggir trotoar jalan. Semangat terasa menipis dan menyusut.
Setelah kamar untuk saya tersedia, rasa tidak percaya diri menyerang, tidak
bisa sedikitpun memejamkan mata. Alquran menjadi teman pelipur gundah.
Bagaimana saya berani berlomba dengan para asatidz
dari sekolah besar?
Para asatidz yang tentunya sudah mempunyai
pengalaman segudang, serta kesabaran yang lebih?
Bagaimana saya dapat berlomba dengan para asatidz
yang mengajar dengan medan yang terjal, mengarungi sungai, bertahun-tahun
bergaji kecil tanpa mengeluh??
Bagaimana saya dapat berlomba bersama para asatidz
dengan hafalan Al Quran yang sangat banyak?
Hanyalah Alquran obat penenang, hatiku yang
bergemuruh.
Begitulah aura
kompetisi.Guru juga punya rasa takut, begitupun murid.Sebagai guru kita harus mengajar
dengan hati. Maka murid kita akan menjadi pribadi yang cerdas,tangguh dan punya
hati nurani.
Sang
Murobbi
Guru
adalah Murobbi,yaitu pendidik. Murobbi dalam bahasa arab mengandung unsur
menumbuhkan dan pengawasan. SIT sebagai sekolah islam, menganggap murid adalah
subyek, bukan hanya obyek pendidikan.
Setiap
guru SIT juga mempunyai murobbi. Agar jiwa guru selalu terjaga spiritualnya.
Pada sehari dalam minggu, para guru bersama seorang Ustadz sebagai murobbi.
Berkumpul untuk mencari solusi. Beliau mengajarkan untuk memberi kasih, dan
tidak menyimpan luka dan dendam. Khusus di Al Hidayah,Ustadz adalah seorang
murobbi yang alim dengan ilmuddiin serta penuh kasih sayang. Beliau mempunyai
julukan Abu Al Athfaal [bapaknya anak-anak].
Pelajaran
tauladan di ajarkan.Misalnya saat cleaning servis tidak masuk, maka Ustadz akan
menyingsingkan lengan baju untuk menyapu. Ustadz adalah salah satu motivator
bagi para guru untuk terus maju walaupun dalam keadaan yang sangat sulit.
Menanamkan prinsip keikhlasan pada dada.Kepala sekolah tempat saya mengabdi
dulu. Hal itu membuat kami berdua sering bertemu untuk bertukar pendapat di
paguyuban kelas. Bahkan menciptakan mars SDIT bersama-sama. Teladan murobbi,
telah merekatkan dua hati yang terpisah. Beliau mengajarkan untuk memberi
kasih, dan tidak menyimpan luka dan dendam. Hidup untuk melayani umat, bukan
untuk dilayani
Pada
tahun yang sama, terdengar kabar dari beberapa teman bahwa ada test CPNS
diadakan oleh DIKNAS. Baru kali ini lowongan untuk guru bahasa arab dibutuhkan.
Formasi guru untuk SMP dibutuhkan 6 orang guru, sedang untuk SMA dibutuhkan 3
orang guru. Test CPNS itu saya rasakan tidak tepat waktunya, karena saya sudah
merasa bahwa Al Hidayah adalah rumah kedua saya. Dan ada kekhawatiran bahwa
bila diterima pada test tersebut akan berakibat berpisah dengan keluarga [suami
dan anak ], Akan tetapi perasaan saya itu tidak berbanding lurus dengan
keinginan suami dan orang tua. Mereka semua mendesak agar saya ikut. Bahkan
Ustadz juga menginformasikan test tersebut kepada saya..Disitulah tercermin
kebesaran hati seorang Ustadz. Beliau tidak khawatir Al Hidayah akan kehilangan
seorang guru yang sudah sangat enjoy dengan anak-anak. Al Hidayah telah
mempunyai para mujahid dan mujahidah yang cukup banyak. Alloh bersama para guru
yang ikhlas.
Saat
itu pula ALLAH SWT juga memilih waktu yang sama untuk memberi kami rezeki anak
yang kedua. Anak yang telah ditunggu-tunggu selama 8 tahun.
Ya
Alloh...Apakah ini perwujudan dari kekufuran HambaMu?
Tiada
kata perpisahan terucap. Tiada acara perpisahan digelar. Saya
berkata pada para asatidz[guru] ”Kita berpisah pintu di Al Hidayah tetapi tetap
bersama melangkah di medan juang. Saya
PENUTUP
Sebagai guru yang
mengajar di dua sekolah. Sering terdengar komentar miring, akan adanya dualisme
idealisme. Pertanyaan itu muncul dari pihak yang hanya melihat sesuatu dari
luarnya saja.
Dengan
hadirnya buku ini, serta dokumentasi yang cukup memadai. Minimal akan ada
pencerahan dalam berpendapat. Mengajar di SMPN 1 Giligenting, penuh dengan perjuangan
fisik dan psikis. Melatih, menjaga hati untuk meluruskan niat sebagai guru bagi
siswa yang butuh kasih sayang. Masih banyak medan juang yang belum tersentuh.
Maka ladang pahala sebagai manusia terbuka luas.
Mengajar
di SMPIT Al Hidayah, membutuhkan kompetensi tinggi, spiritual yang dalam, dan
mental baja. Karakteristik murid yang aktif, membutuhkan kesabaran. Wali murid
yang kritis menguji ketangguhan mental
seorang guru. Pelayanan prima adalah
harga mati untuk kelangsungan gaji guru.
Kedua
sekolah itu, mempunyai budaya sekolah yang berbeda. Keduanya sama-sama
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Saling mengisi dan saling berbagi.
Terlihat dari beberapa dokumentasi SMPIT yang mengambil lokasi di Giligenting.
Terimakasih
yang tak terhingga kepada pembaca yang mau membaca dan mencerna isinya.
Mudah-mudahan dapat menginspirasi kita untuk selalu bahagia, menularkan ilmu
pada sesama. Semoga Allah SWT selalu meridhoi semua langkah kita.
PROFIL
PENULIS
Menjadi
Guru Bahagia adalah buku pertama yang dicetak oleh penerbit. Sebelum ini,
beberapa tahun yang lalu, pernah menjadi duta Sumenep ke Surabaya. Sebagai guru
TK yang mengarang cerita bergambar untuk anak. Sebelumnya mendapat juara kedua untuk Lomba Mendongeng, pada
acara Menunbuhkan Minat Baca di PERPUSDA.
Sebagai
ibu dua orang anak laki-laki, masih sempat berburu buku untuk hobi membaca yang
mendarah daging. Juga belajar beberapa keahlian yang sangat diperlukan sebagai
seorang guru.
Buku
ini dipersembahkan untuk semua siswa yang saya cintai. Dimanapun kalian berada,
doa ibu gurumu selau menyertai.
Amilia
Rahma Sania [mila] bisa dihubungi di Jalan Raya Gapura no 19 Paberasan Sumenep.
E-mail: milarahma78@gmail.com
Posting Komentar untuk "Bukuku (Cerita Guru Pulau)"