Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Muridku pandai Muridku Malang


Muridku Pandai Muridku Malang

Giligenting adalah pulau yang indah, penduduk berusia dewasa jarang karena lapangan pekerjaan sangat minim. Perhatian orang tua digantikan kasih sayang memanjakan oleh nenek mereka. Usia yang renta membuat terkadang tak mampu memperhatikan perkembangan remaja dengan maksimal. Akibatnya banyak murid SMPN Gili genting yang malas sekolah. Setelah lulus, mereka segera ke kota besar untuk berdagang membantu orang tua. Hanya segelintir siswa yang sukses menempuh jenjang yang lebih tinggi.

Salah satu siswa yang berhasil adalah Muhamad Iksan. Siswa pandai dan ulet. Awalnya tidak boleh melanjutkan sekolah oleh keluarganya. Beberapa guru datang ke rumahnya untuk membujuk keluarganya. Langsung ditolak mentah-mentah. Pak Camat turun tangan, berkolaborasi dengan Kalebun sebagai orang yang berpengaruh. Setelah izin didapat, dengan patungan biaya para guru, Iksan bersekolah di SMA Negeri 1 Sumenep.

Sekolah favorit, tentu saja membutuhkan biaya untuk kos dan makan, keluarganya angkat tangan tak mau tahu. Sebagai anak pulau, hal itu sangatlah luar biasa. Pak Tri, guru senior di Giligenting, mengurus surat-surat yang diperlukan untuk mendapat bantuan dari Dinas Sosial. Sekarang Muhamad Iksan adalah dosen UNEJ. Dia telah merasakan jatuh bangun kuliah dengan biaya mandiri.

Ada banyak lagi kendala yang dihadapi oleh siswa di Giligenting. Yang menyebabkan beberapa dari mereka tidak melanjutkan sekolah. Walaupun, lumayan banyak siswa yang pandai.

            Beberapa masalah yang dihadapi siswa, antara lain:

1.      Tidak mendapat restu dari orang tua. Mereka berharap anaknya segera berangkat ke Jakarta membantu orang tua mencari nafkah. Hal ini disebabkan oleh pandangan hidup yang sempit, dan pendidikan orang tua yang rendah.

2.      Tidak mempunyai biaya yang cukup untuk melanjutkan sekolah. Orang tua bekerja sebagai buruh penjaga warung di Jakarta. Uang yang didapat dialokasikan untuk merenovasi rumah yang hanya ditempati sebentar saat mudik. Membeli pakaian mewah. Demi gengsi tentunya! Sekolah bagi mereka tidak penting Tak membuat kaya! Tidak bisa segera dipetik hasilnya.

3.      Tidak ada sanak saudara bertanggung jawab untuk mengawasi bila bersekolah di kota Sumenep. Sehingga orang tua khawatir untuk melepaskan hidup mandiri, kecuali bertempat di asrama, panti atau pondok pesantren.

4.      Bagi siswi, segera bertunangan yang lalu fokus berumah tangga.

Ada beberapa kisah miris dan mengharukan, tersebutlah seorang siswi yang pandai, rajin dan manis. Ayah dan ibu bercerai. Tinggal bersama paman. Kurang pengawasan orang tua. Suatu hari datang dan menangis sedih. Bercerita tentang salah pergaulan. Berteman melewati batas norma sosial dan agama. Berpacaran dengan remaja putus sekolah yang lebih tua. Di sela tangisnya dia menyadari kesalahannya dan berjanji tidak mengulangi lagi. Akankah hidup lebih kejam lagi, atau segera bangkit, menata hidup kembali? Tiada kabar berita yang diterima setelah kejadian itu.

Selain itu, masalah lain yang dihadapi guru selain masalah akhlak dan karakter juga harus menjadi guru multitalenta. Guru harus mampu menangani anak berkebutuhan khusus. SMPN 1 Giligenting hanya satu-satunya sekolah negeri. Tak ada SLB (Sekolah Luar Biasa). Sehingga harus mampu menangani siswa istimewa, siswa berkebutuhan khusus.

Seorang siswa mengalami tremor, dan gagap. Tidak bisa menulis tanpa gemetar. Semangatnya  tinggi untuk maju dan belajar. Dia akan terus berusaha agar tulisannya selesai tepat pada waktunya.

Anak tersebut berasal dari keluarga berada. Menderita panas tinggi saat bayi. Diagnosis dokter mengatakan saraf otak mengalami kerusakan. Bersyukur, mental belajarnya sangat tinggi. Bila bertemu guru, dengan tangan gemetar, berusaha mencium tangan. Selalu mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas. Mendengarkan, berusaha bekerja sama sesuai kemampuan.

Sebagai guru biasa bukan guru BK, tentu tak mempunyai keahlian khusus untuk menangani masalah ini. Hanyalah optimis, bahwa tujuan pendidikan, menciptakan pribadi pembelajar aktif yang santun dan berbudaya. Anak ini telah berhasil melaluinya. Jadi untuk masalah administrasi, tidak dipermasalahkan. 

Berikut adalah contoh hasil tulisannya pada pelajaran IPS, tentang tema Proklamasi Kemerdekaan.


 

Salah satu hasil tulisannya, yang diusahakannya dengan keras

Tidak ada panduan khusus untuk inklusi di SMPN 1 Giligenting, bagaimana cara penanganan khusus pada mereka, sehingga dikhawatirkan tidak berkembang secara maksimal.

Mengajar dengan penuh kasih sayang. Itu saja pedoman yang digunakan. Terkadang hal itu sudah lebih dari cukup. Mengingat beberapa persoalan rumit yang sulit sekali diurai oleh guru.

 






 

Salah satu hasil tulisannya, yang diusahakannya dengan keras

Tidak ada panduan khusus untuk inklusi di SMPN 1 Giligenting, bagaimana cara penanganan khusus pada mereka, sehingga dikhawatirkan tidak berkembang secara maksimal.

Mengajar dengan penuh kasih sayang. Itu saja pedoman yang digunakan. Terkadang hal itu sudah lebih dari cukup. Mengingat beberapa persoalan rumit yang sulit sekali diurai oleh guru.

  

Salah satu hasil tulisannya, yang diusahakannya dengan keras

Tidak ada panduan khusus untuk inklusi di SMPN 1 Giligenting, bagaimana cara penanganan khusus pada mereka, sehingga dikhawatirkan tidak berkembang secara maksimal.

Mengajar dengan penuh kasih sayang. Itu saja pedoman yang digunakan. Terkadang hal itu sudah lebih dari cukup. Mengingat beberapa persoalan rumit yang sulit sekali diurai oleh guru.

 








 

Salah satu hasil tulisannya, yang diusahakannya dengan keras

Tidak ada panduan khusus untuk inklusi di SMPN 1 Giligenting, bagaimana cara penanganan khusus pada mereka, sehingga dikhawatirkan tidak berkembang secara maksimal.

Mengajar dengan penuh kasih sayang. Itu saja pedoman yang digunakan. Terkadang hal itu sudah lebih dari cukup. Mengingat beberapa persoalan rumit yang sulit sekali diurai oleh guru.

 


1 komentar untuk "Muridku pandai Muridku Malang"

Cocokpedia Queen Zeva 1 Januari 2023 pukul 22.21 Hapus Komentar
Keren ini