Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pecahan Cermin Anak Pulau Giligenting




(MASA PANDEMI COVID 19)




pantai sembilan

Menceritakan tentang pembelajaran di masa pandemi Covid 19, tidak akan utuh jika belum mengenal wilayah Kecamatan Giligenting. Wilayah ini berupa pulau yang sangat indah. Pada semua sisi arah dibatasi oleh Selat Madura, terletak di sebelah tenggara Kabupaten Sumenep Madura mempunyai luas total wilayah 30,3 Km 2 (1,45 % dari luas Kabupaten Sumenep). Terbentuk pada tanggal 7 april 1982 disahkan oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto di Jakarta.

Berdasarkan peraturan pemerintah terbaru, Kecamatan Giligenting di meliputi wilayah Desa Aenganyar, Gedugan, Bringsang, Galis, Banbaru, Banmaleng, Lombang, Jete. Kecamatan Giligenting memiliki dua pulau berpenghuni resmi dengan masing-masing 4 kepala desa per pulau. Meski berada di bawah satu kecamatan, penamaan pulau ini berbeda, yaitu pulau Giligenting dan pulau Giliraja (Banbaru, Banmaleng, Lombang, Jete).

Desa Giligenting meliputi Aeng Anyar dan Galis  yang letaknya berada di bagian barat, sementara deretan timur terdapat Bringsang dan Gedugan. Daerah yang berjarak lumayan jauh, satu desa dengan desa yang lain. SMPN 1 Giligenting terletak di daerah Galis, yang berdekatan dengan Desa Aing anyar. Sedangkan Desa Aing anyar mempunyai pelabuhan yang menjadi penghubung dengan Kota Sumenep.



Pelabuhan Ainganyar yang berjarak lebih dekat dengan SMPN 1 Giligenting membuatnya sering menjadi daerah yang sering digunakan untuk menjadi daerah mitra belajar siswa yang sangat menarik




Keadaan belajar mengajar di masa pandemi ini tentu berbeda dengan pembelajaran secara normal di atas. Hubungan harmonis dari guru sebagai tauladan sangat sulit dilakukan. Keterbatasan keadaan menjadi ujian besar bagi anak pulau. Mengajar siswa SMP yang notabene masih labil, tanpa pendampingan sebagian besar orang tua merupakan tugas yang tidak mudah bagi seorang guru. Siswa dengan usia ini butuh pendampingan ekstra dan stimulasi yang tepat serta pendekatan yang cukup agar motivasi belajarnya muncul dan terus terjaga.

Penggunaan smartphone yang mau tidak mau akan banyak berdampak bagi perkembangan kejiwaan mereka. Tugas yang diberikan oleh guru, terkadang disetor melalui whatsapp, menghindari perkembangan virus secara cepat. Melalui beberapa penelusuran dan tanya jawab beberapa guru, tugas dari guru tidak memakan waktu yang cukup banyak untuk mengerjakannya, waktu selebihnya seringkali digunakan untuk main game atau beberapa aplikasi serta konten yang menarik hati meraka. Nenek atau anggota keluarga yang mendampingi terkadang masih gagap teknologi.

Mengapa nenek atau anggota keluarga kebanyakan dari mereka gagap teknologi? Karena sebagian besar usia produktif yang melek  teknologi pergi merantau ke kota besar dengan berbagai tujuan hidup. Hampir semua penduduk pulau ini adalah suku Madura. sebagian besar masyarakatnya merantau ke Jakarta, Serang Banten, Cirebon, Surabaya dan Kalimantan mereka rata-rata disana membuka usaha toko agen  sembako dan wirausaha lainnya, sedangkan para pemudanya melanjutkan studi keluar pulau seperti mondok, sekolah dan kuliah di kota sumenep, Pamekasan Bangkalan, Surabaya, Malang, Jogja dan Jakarta bahkan sampai ke luar negeri.

Bisa dibayangkan, keadaan menjadi lumayan sepi penduduk usia produktif karena mereka kesulitan mendapat pekerjaan. Lapangan pekerjaan sangat minim.

Begitupula dengan guru. Guru yang mengajar di Giligenting cukup banyak yang berasal dari kota Sumenep. Sehingga bisa dibayangkan kendala apa yang akan dialami guru dan siswa saat pandemi Covid 19 ini mulai berlangsung. Semua stakeholder sekolah setiap hari memperhatikan penyebaran virus yang ditayangkan oleh Satgas Covid. Pertemuan antar guru dan murid di atur sesuai SK Menteri yang telah dilaksanakan oleh sekolah sesuai intruksi dari Dinas Pendidikan.

Sebelum pandemi Covid 19 melanda, guru akan mengarungi laut tiap hari. Guru pulau sudah akrab dengan anda alam, perlu belajar memperhatikan tanda-tanda alam serta cuaca. Bila air berbusa putih, pada ujung-ujung permukaan air laut, itulah pertanda ombak besar di tengah laut. Gelombang laut juga dipengaruhi oleh keadaan sebelum hujan atau sesudah hujan reda. Mental yang pemberani, serta kepasrahan total sangat perlu untuk guru dalam menghadapinya.

Bila cuaca tidak mendukung, dzikir terluncur seketika, saat guru bertempur dengan ombak. Awan menghitam, buih bertasbih. Keberangkatan perahu, membawa cita ke pulau impian. Senyum siswa berharap cemas. Akankah guru masih bisa menyapa. Ataukah alam sedang bercanda.

”Horee... alhamdulillah, Ibu datang. Ombak ya, Bu?” tanya mereka polos. Berebutan mencium tangan, membantu membawakan tas. Kegembiraan mereka mampu mengusir jauh rasa takut dan lelah setelah mengarungi laut.  Kegembiraan akan kasih sayang yang kosong karena orang tua yang jauh merantau.

Saat pandemi, pertemuan antar guru dan murid terbatas. Rindu itu semakin tebal, rindu akan pembelajaran tatap muka sebagaimana biasanya. Saat Zona Giligenting menunjukkan zona orange atau merah, maka pembelajaran akan dilaksanakan dengan cara Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). PJJ di SMPN 1 Giligenting menggunakan daring dan luring.Daring (Pembelajaran Dalam Jaringan) menggunakan fasilitas android/laptop dan jaringan internet. Sedangkan luring Pembelajaran luar Jaringan yang dilaksanakan dengan kelompok kecil yang telah diatur sesuai protokol covid 19.

Dalam pelaksanaannya, daring siswa tetap menggunakan android dan internet dipandu guru dan orang tua yang ada. PJJ menggunakan daring dimaksudkan untuk memutus mata-rantai pertemuan antar muka, antar personal dengan anak. Sayangnya interaksi antar guru dan murid yang bertujuan untuk mengajarkan tauladan secara langsung, menjadi hampa, karena jarang bisa terdeteksi langsung. Sehingga SMPN 1 Giligenting mengombinasikan antara daring dan luring untuk menjembatani persoalan tersebut.

Teknis pelaksanaan Luring, pembelajaran siswa bisa dikelompokkan tidak lebih dari 10 orang. Dengan cara guru jemput bola atau terjun langsung mendatangi rumah siswa.

Pengelompokan pembelajaran siswa dengan guru mendatangi lokasi belajar atau rumah siswa tentu tetap mematuhi protokol kesehatan. Misalkan dalam satu kelompok belajar tidak lebih dari 10 orang, dalam menjaga sisi kesehatan dan keselamatan semua. Kendala dalam melaksanakan luring adalah, jarak rumah antar siswa yang berbeda desa, sudah cukup memakan waktu. Belum lagi penggunaan android yang berlebihan, membuat anak sering lupa waktu hingga tidur larut malam. Sehingga keesokan harinya sering terlambat datang ke lokasi pembelajaran luring.

Mengajar secara luring bukan tanpa kendala. Selain terkendala jarak yang berjauhan, juga pertemuan yang sering tidak tepat waktu, maka guru harus lebih dulu membuat janji kontrak belajar dengan siswa. Terutama terkait ada tidaknya waktu luang dari siswa yang bersangkutan. Karena biasanya, siswa yang bersangkutan ikut membantu orangtuanya bekerja.

Dalam kegiatan mengajar secara luring ini, sang guru harus rela menyisihkan waktu banyak waktu. Jarak yang ditempuh pun cukup jauh dari rumah tempat tinggalnya.

“Beberapa rumah siswa yang saya kunjungi itu ada yang tinggal di Desa Bringsang, Gedugan, dan lainnya. Meskipun jarak dari rumah saya itu jauh, saya merasa ini sebuah perjuangan untuk mendidik anak bangsa, agar selama masa pandemi Covid-19 mereka tetap belajar di rumah,” ujar Khozaina yang tinggal di Desa Ainganyar. Cara pembelajaran secara luring, tidak jauh berbeda dengan tatap muka biasa. Dia memberikan les privat, yang sesuai dengan kurikulum.

Dalam sekali pertemuan, biasanya diikuti lima sampai sepuluh siswa. Pertemuan tidak dilakukan tiap hari. Tergantung jadwal yang telah direncanakan.

“Waktu pembelajaran secara luring tidak terlalu lama. Tergantung situasi dari siswa itu juga, karena rata-rata siswa itu di rumahnya biasanya membantu orang tuanya. Dan ada juga kegiatan lainnya mereka ikuti bersama keluarganya,” ungkapnya.

Khozaina mengatakan, tidak ada kendala selama memberikan pelajaran dari rumah ke rumah. Aktivitas belajar mengajar lebih santai dibandingkan di sekolah yang lebih serius. Bahkan, dalam pertemuan itu para siswa biasanya saling curhat. Orang tua juga lebih senang karena ada pelayanan eksklusif dari sekolah sebagai wujud perhatian. Guru juga bisa lebih memahami kondisi keluarga siswa dan cara penanganan bila ada masalah. Sebagai wujud terimakasih orang tua, guru yang melakukan pembelajarn secara luring, cukup senang karena ada berbagai makanan sederhana yang disajikan orang tua sebagai tanda syukur.  

Beberapa siswa kata Khozaina, sudah rindu dengan suasana sekolah.

“Tetapi kami terus memberikan motivasi agar mereka tetap semangat untuk belajar, meskipun dari rumah,” katanya.

Khozaina mengatakan, selama mengajar secara luring pihaknya juga diberikan dana transportasi dari sekolah, karena memang dana itu ada di dalam dana BOS.

“Saya juga tetap mengikuti protokol kesehatan dengan menggunakan masker dan jaga jarak selama mengajar di rumah siswa. Untuk pembelajaran secara luring ini saya memulainya dari April-November, dan Desember ini sudah selesai proses pembelajaran karena sudah mendekati ujian semester,” ujarnya.

"Minimal dengan program luring sesuai petunjuk dan arahan dinas pendidikan pelajaran kurikulum sekolah tidak tertinggal akibat wabah COVID-19 yang tidak tahu kapan berakhir," ujarnya.

Pembelajaran sesuai jadwal setiap harinya aktif  memberikan 4 materi mata pelajaran (satu mata pelajaran 30 menit) kepada siswa/siswinya.

Sistem belajar dengan memanfaatkan rumah teras siswa tinggal, pekarangan, saung dan lainnya hanya saja mengikuti protokol kesehatan (pakai masker dan cuci tangan dengan sabun/hand sanitizer.

 

 

Posting Komentar untuk "Pecahan Cermin Anak Pulau Giligenting"